FK-THL TBPP KARAWANG

KIRIM CERITA ANDA KE EMAIL KAMI

TERPAFAVORIT

IKLAN BLOG

Total Tayangan Halaman

Rabu, Oktober 12, 2011

PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN PADI SKALA LUAS (RICE ESTATE)


Baru-baru ini, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato tentang kekhawatiran atas dua krisis utama yaitu krisis energi dan krisis pangan. SBY menghimbau agar rakyat berhemat dan ada sedikit instruksi agar lembaga pemerintah terkait melakukan langkah antisipatif.




Khusus mengenai krisis pangan, SBY menyebutkan bahwa kenaikan harga komoditas pertanian/ pangan tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia. Masalah utama dalam sistem pangan dunia dan nasional adalah kurang atau terbatasnya pasokan. Permintaan begitu tinggi karena China dan India naik menjadi negara industri, yang konsumsi pangannya amat tinggi.
Faktor lain, konversi lahan pertanian dunia untuk pangan digeser menjadi lahan pertanian untuk energi biodiesel. Artinya, pasokan pangan dilihat dari luas panen mengalami stagnasi, bahkan menurun karena konversi itu. Peningkatan harga membuat akses masyarakat bawah atas pangan kian sempit.
Kenaikan harga pangan dunia seolah menjadi ancaman kelaparan atau kekurangan gizi golongan bawah. Keadaan ini cukup kritis dan kekhawatiran atas krisis pangan meluas hingga perlu mendapat perhatian serius pemerintah dan pengambil kebijakan.
Sejak pertengahan tahun lalu, harga komoditas pertanian naik. Minyak goreng dulu Rp 3.000 per kg, kini Rp 15.000 per kg. Harga pangan lain ikut naik dan membuat repot pemerintah, seperti komoditas beras, jagung, dan kedelai. PBB menggambarkan krisis pangan ini sebagaithe silent tsunami karena secara diam- diam dapat membunuh jutaan penduduk miskin dunia.
Penyebab kenaikan harga pangan ini relative permanen. Publikasi media internasional  menyebutkan satu kesimpulan, tidak ada lagi harga pangan murah. Kenaikan harga komoditas pangan dipicu sejumlah faktor di China dan India, dua negara besar dengan permintaan pangan yang meningkat pesat. Lonjakan minyak dunia yang berimbas penggalakan program biofuel mengakibatkan permintaan komoditas pangan meningkat. Faktor cuaca yang tidak menentu (climate change) memperparah probabilitas keberhasilan usahatani.
Strategi Tiga Pilar
Berbagai perubahan itu merupakan krisis nyata, tetapi memberi peluang bagi negara agraris seperti Indonesia untuk memanfaatkannya. Negara yang kuat kini bergeser ke negara yang mempunyai sumber daya alam, tambang, tanah, perkebunan, kehutanan, kelautan, dan sebagainya.
Untuk memanfaatkan peluang itu dan menyelesaikan aneka persoalan itu, diperlukan peran pemerintah dalam pembuatan kebijakan pertanian. Untuk konteks bangsa Indonesia, kekurangan pasokan dan peluang harga yang tinggi perlu diantisipasi dengan perubahan dan pengembangan strategi pengembangan sistem pertanian (pangan) yang baru.
Selama ini, strategi produksi partanian padi dengan skala usaha yang amat kecil (0.3 ha/ KK) tidak memadai untuk meningkatkan produksi sampai swasembada pangan tercapai secara berkelanjutan, untuk itu perlu dikembangkan dengan mengembangkan strategi tiga pilar yang meliputi (1) Gabungan Kelompok Tani yang identik dengan perhimpunan petani pengelola air irigasi (P3AI) seluas 250 - 500 ha dalam bentuk koperasi, (2) BUMN dan (3) Swasta. Dengan cara ini, peningkatan produksi yang signifikan dapat dilakukan sehingga lebih mudah mencapai swasembada pangan dan mengekspor untuk kebutuhan permintaan internasional.
Strategi ini sebenarnya tidak asing dalam sistem pertanian di Indonesia. Sistem pertanian kelapa sawit dilakukan dengan tiga pilar utama yang saling memperkuat, yakni pertanian rakyat (Koperasi), perkebunan besar BUMN, dan Swasta. Dengan tiga pilar ditambah potensi khas alam tropis membuat Indonesia menjadi pemasok minyak kelapa sawit yang besar. Ketika harga naik, ekspor bisa ditingkatkan maksimal.
Kini, produksi minyak sawit mencapai 17 juta ton. Setidaknya dua pertiga diekspor untuk meraih devisa. Sisanya untuk konsumsi dalam negeri dengan harga tidak murah. Petani kelapa sawit menikmati keuntungan tinggi, terutama di luar Jawa.
Pada saat krisis pangan saat ini (padi, jagung, dan kedelai), strategi tiga pilar itu mendapat momentum dan kesempatan untuk dikembangkan. Indonesia perlu mengembangkan sistem pertanian padi modern dengan menerapkan enjiniring/ mekanisasi pertanian tepat guna dalam skala luas (rice estate).
Ide ini masuk akal dan relevan untuk diimplementasikan karena masih banyak lahan untuk dikembangkan. Iklim tropis juga efektif untuk fotosintesis, yang efektif untuk produksi karbohidrat. Pulau Seram, Pulau Burn, Papua, Maluku adalah tempat yang cocok untuk pengembangan sistem pertanian padi skala luas (rice estate) yang dikelola dengan sistem pertanian modern.
Sistem Pertanian Padi Skala Luas(Rice Estate)
Sistem pertanian berbasis rakyat merupakan sistem pertanian tradisional yang biasanya bersifat subsisten. Sistem pertanian ini tidak boleh dihilangkan karena menyangkut hajat hidup petani yang sudah lama bergelut dengan pertanian pangan di Indonesia.
Akan tetapi, sistem pertanian rakyat seperti ini sulit ditingkatkan. Sistem pertanian skala luas khususnya beras berbasis industri belum dilakukan secara intensif. Namun, sistem perkebunan modern sudah dijalankan sejak lama, terutama kelapa sawit. Jika hendak meningkatkan produksi secara signifikan guna memanfaatkan momentum krisis pangan, kebijakan dan sistem pertanian pangan modern skala luas dapat segera dijalankan. Peran negara dan swasta sebagai industri besar didorong untuk menjalankan pengembangan sistem pertanian pangan beras skala luas (rice estate).
Strategi ini diperlukan guna mengimbangi sistem pertanian pangan besar dan modern di negara-negara pengekspor pangan, seperti AS, Australia, dan negara di Eropa. Bahkan, sektor pertanian di negara ini ketat diproteksi, ditambah subsidi oleh negara dalam jumlah sangat besar.
Swasta bersama negara dalam strategi pengembangan sistem pertanian padi secara luas (rice estate) berperan sebagai pengembang infrastruktur pertanian seperti saluran air irigasi dan jalan usahatani yang selama ini terbengkalai. Selama ini pemerintah tidak bisa membangun dan mengembangkan infrastruktur pertanian karena terhambat masalah pendanaan. Swasta atau industri besar yang mempunyai sumber daya cukup diajak dan diberi peluang untuk masuk dalam strategi dan kebijakan ini dengan jaminan kepastian usaha, insentif pajak, dan berbagai daya tarik lainnya.
Jika pengembangan sistem pertanian pangan (padi) yang berbasis gabungan kelompok tani yang identik dengan perhimpunan petani pengelola air irigasi (P3AI) seluas 250 - 500 ha yang berbentuk koperasi ini dapat bermitra dengan BULOG atau perusahaan panggilingan padi besar dan modern maka niscaya ketersediaan pangan dalam negeri akan terjamin. Lebih jauh, surplus produksinya dapat diekspor. Jangan bicara ekspor beras sekarang selama pengembangan sistem pertanian padi masih tradisional dan hanya berskala kecil seperti sekarang.

0 komentar:

PENYULUH PERTANIAN KARAWANG

RANGKING